Bang Udin, siapa yang tidak kenal dengan sosok lelaki yang satu ini ? So pasti, anda yang tinggal di seputaran Lhokseumawe dan Batuphat kenal deh. Terlebih anda yang kerap kali suka makan, khususnya bakso, makanan khas berbentuk bulat seperti bola pimpong.
Lelaki yang telah dikaruniai 7 orang anak ini dulunya bukanlah pedagang bakso, melainkan hanyalah tenaga lepas harian. Sebelum menjadi penjual bakso seperti sekarang, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Syamsuddin bekerja sebagai buruh pipa di salah satu anak perusahaan di Lhokseumawe, yang area kerjanya berada di proyek vital. Namun karena kebutuhan keluarga yang kian besar, bapak 5 anak lelaki dan 2 perempuan ini, banting stir, mencoba usaha baru yang digelutinya hingga saat ini.
Ketika ditemui di Pasar Batuphat pada Jumat malam (19/2), beliau tengah melayani pembelinya, raut mukanya tampak letih namun tetap gigih. Dengan peci khas Aceh dan kaos yang melekat di tubuhnya, Bang Udin menyempatkan diri berbincang-bincang berbagi pengalaman seputar dagangannya yang hingga kini masih tetap laris.
Sejak tahun 1988 hingga saat sekarang, pedagang yang ramah dan murah senyum ini masih berdagang bakso. Hitung-hitung telah 22 tahun lebih ia menekuni pekerjaannya. Ini bukanlah waktu yang singkat untuk memajukan usahanya yang dirintis dengan susah payah. Bangkit dan bangkit, berusaha keras demi anak dan istri.
Bagi sebagian orang, jualan bakso bisa saja meletihkan, tetapi tidak bagi mantan pekerja kasar ini. Tentunya hal itu telah diperhitungkan dengan matang. Bisa saja suatu hari untung besar, lain hari rugi melilit dahi.
Pagi-pagi sekali ditemani istrinya, ia membeli bahan yang dibutuhkan untuk berdagang sore hari. Setelah daging digiling, bahan itu diolah sendiri di rumahnya di Dusun B Lorong Sentosa Batuphat Timur, Lhokseumawe. Udin, istrinya dibantu kedua anaknya Juliadi dan Faisal bahu-membahu menyiapkan bakso sejak dari pukul 08.00 hingga 11.00 siang.
Sekitar pukul 11.30 Udin mendorong gerobaknya menuju Pasar Batuphat dan menata dagangan yang akan dijual ke pelanggannya. Agar tampak bersih, dia mengenakan celemek di tubuhnya, menyusun bangku, meja, dan keperluan lainnya. Ada juga ember berisi air tempat ia mencuci piring dan mangkok yang telah dipakai. Pedagang ramah ini menjual bakso hingga pukul 24.00. Setiap harinya ia menghabiskan mie 5-7 kg. Kadang habis, terkadang enggak juga.
Meski di Pasar Batuphat banyak pedagang bakso, toh mereka tetap akur saja, tidak ada rasa iri di antara mereka. “Kami semua di sini tidak ada yang bermusuhan, tetap menjaga silaturahmi seperti yang dianjurkan agama Islam. Kalau merasa kesulitan kita saling membantu. Terbukti setiap Kamis malam, para pedagang yang berdekatan rumah mengadakan pengajian dan wirit yasin di tempat tinggal mereka untuk memupuk tali silaturrahim dan meningkatkan pengetahuan agama, termasuk Udin.
Awalnya Udin bedagang, dulunya saat habis kontrak kerja, ia melihat tetangganya jualan bakso. Terpikir olehnya orang lain bisa mengapa aku tidak. Dengan berbekal 2 mayam cincin istrinya senilai seratus ribu dulu, ia pun memulai usahanya itu hingga berhasil seperti sekarang ini.
Setiap harinya pelanggan datang pada sore menjelang malam hari. Lebih banyak kalau pas hari libur. Umumnya mereka memilih bakso urat atau juga bakso ayam. Bakso-bakso itu tersedia di almari kaca gerobaknya, sehingga pelanggannya bebas memilih mana yang disuka. Selain menyediakan bakso, dengan dibantu anaknya Juliadi, Udin juga menjual es campur untuk obat pelepas dahaga.
Ketika ditanya kunci kesuksesan berdagang bakso, Udin bergumam “Yang penting kalau mau sukses ya harus coba, jangan menyerah, kita itu sama pembeli harus ramah dan selalulah senyum. Yang penting lagi, ilmu yang kita punya itu haruslah diberdayakan,” katanya bijak.
Apa yang dikatakan Udin benar adanya. Kini kesuksesannya itu ia buktikan dengan membina orang-orang yang tak punya pekerjaan tetapi sudah berkeluarga. Ada sekitar 20 orang warga Krueng Geukueh yang sudah diajarnya membuat bakso dan sudah berhasil, ujarnya berdiplomasi.
Itulah gambaran sosok Syamsuddin yang akrab disapa Bang Udin si penjual bakso, di Pasar Batuphat yang selalu mengiasi hidupnya dengan keramahan bagi semua orang. Selamat semoga saudara kita yang lain dapat mengikuti jejaknya yang tulus membantu orang lain.
bagus pak,,,bagus….. 😀
Ok Aga, makasih, yg lain lagi dong….
Ceritanya bagus pak , menarik sekali untuk dibaca .!
Lanjutkan yang lain, ntar bapak tambah nilainya….
bagus pak !! lanjutkan !
waah kisah nyata nih, bsa memotivasi yg lain. jadi kepengen bakso dh *hehheheh 😀
Trims atas atensi ananda !
pak saya juga…………….. 🙂
yah pak !! ini kan bagus pak cerita’a !! suka’
Trims ya atas penilaian dan komen ananda semua, mog aja jadi pelajaran berharga, oksimak juga cerita yang lain, komennya ditunggu lho….
cerita nya bagus-bagus pak.saya sngat suka cerita ini. 🙂
ceritanya bagus dan ringan jadi enak di baca 😀
ceritanya bagus dan mudah dmengerti, jadi enak di baca 😀
ceritanya bagus dan mudah d mengerti, jadi enak di baca 😀
keren pak
pak, ni bagus sekali, cocok buat memotivasi yg lain agar tetap berusaha ..!! 😀
Bagguusssss…. pak c’ritanya nie seru abizzzz….maaf klo comment’a telat…..
pak,,tambah nilai bwat saya iiah…
pak,,c’rita yg SI UCOK ituch mna pak..??????????
wahhhhhhh cerita nya bagus pak bisa jadi inspirasi bagi orang yg mau berjualan …………..
pak udin seorang pedagang bkso yng baik, mw mmbagi ilmu yng dmliki.a kpda org lain agar bsa brhasil sprti.a .
ceritanya pak sangatsangatsangatsangat bgos pak